Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintahan Jokowi berkeinginan memperpanjang Kereta Cepat Jakarta-Bandung ke Surabaya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi. LBP menjamu perwakilan China itu dalam Pertemuan ke-4 High Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) RI-RRT di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
“Saya harap Pemerintah Tiongkok, China Development Bank (CDB), dan China Railway terus memberikan atensi prioritas dan dukungan finansial, serta pengalihan teknologi pengoperasian KCJB,” kata Luhut dalam keterangan resmi, Jumat (19/4).
“Kami mengusulkan pembentukan joint task force untuk percepatan proyek (Kereta Cepat Jakarta-Surabaya),” tambahnya.
Dua hari setelahnya, Luhut merilis video pernyataan di Instagram pribadinya. Ia menegaskan Indonesia-China sepakat membentuk tim percepatan proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya.
Luhut juga mengutip kinerja Whoosh yang diklaim sukses karena sanggup mengangkut rata-rata 15 ribu penumpang per hari dalam tiga bulan terakhir. Bahkan, penumpang Whoosh tembus 21.422 orang atau naik 34 persen pada puncak arus mudik lebaran 2024.
Akan tetapi di tengah rencana itu, Ketua Forum Transportasi Angkutan Jalan dan Kereta Api Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana berpesan agar pemerintah berhati-hati.
Permintaan terkait sederet masalah yang terjadi dalam pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Ia berharap pemerintah mengkaji betul proyek tersebut agar ke depan masalah di proyek Whoosh tersebut tak terulang.
Benarkah ada masalah dalam proyek Whoosh. Berikut sederet masalah yang muncul:
1. Ajang ‘Pertempuran’ China Vs Jepang di RI
Sebelum China resmi menggarap proyek ini, ada penawaran dari Jepang. Nilai penawaran dari Jepang sebesar US$6,2 miliar atau lebih mahal dari yang ditawarkan China senilai US$5,13 miliar.
Jepang saat itu mengajukan sederet syarat. Mulai dari meminta jaminan pemerintah, pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan subsidi tarif, serta pembengkakan biaya ditanggung Indonesia.
Sedangkan proposal China tidak mensyaratkan adanya jaminan pemerintah, pembiayaan dari APBN dan subsidi tarif, serta pembengkakan biaya menjadi tanggung jawab joint venture company (JVC). Perebutan proyek ini pun akhirnya dimenangkan Negeri Tirai Bambu.
2. Ingkar janji tak pakai APBN
Presiden Joko Widodo dalam banyak kesempatan menegaskan proyek ini tak akan mengambil sepeser pun uang rakyat dalam APBN. Ini sejatinya sejalan dengan isi proposal China yang ditawarkan.
“Kereta cepat tidak menggunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business,” kata Jokowi pada September 2015 lalu.
Akan tetapi, Jokowi ingkar dengan janjinya. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,1 triliun melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) pada 2022 lalu untuk menggarap Whoosh.
3. Biaya bengkak
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo waktu itu mengungkapkan, berdasarkan hasil review terbaru Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komite KCJB per 15 September 2022, pembengkakan biaya (cost overrun) naik menjadi US$1,449 miliar atau Rp21,74 triliun.
Padahal, berdasarkan perhitungan dan review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 9 Maret 2022 pembengkakan biaya hanya US$1,17 miliar atau Rp17,64 triliun.
Angka itu tak sama dengan hitungan China yang punya perbedaan asumsi perhitungan. Tiongkok melalui Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional (NDRC) hanya melihat pembengkakan sekitar US$980 juta.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menyebut pihak China tak menghitung biaya-biaya pihak ketiga, seperti penyediaan persinyalan kereta api cepat. Pasalnya, pelayanan tersebut gratis di China, sedangkan di Indonesia tidak.
4. Proyek serampangan
Pembangunan proyek Whoosh diklaim serampangan. Buktinya dapat dilihat pada pembangunan pilar LRT yang dikerjakan oleh PT KCIC di KM 3 +800.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan pembangunan pilar dilakukan tanpa izin. Bahkan, aksi serampangan ini bisa membahayakan keselamatan pengguna jalan.
PUPR juga menilai pengelolaan sistem drainase proyek tersebut buruk karena tidak dibangun sesuai kapasitas. Pada akhirnya timbul genangan air di Tol Jakarta-Cikampek serta kemacetan pada ruas jalan.
Proyek pun sempat dihentikan selama dua minggu sejak 2 Maret 2020. Ini dilakukan usai surat bernomor BK.03.03-Komite k2/25 terbit pada 27 Februari 2020.
5. Abai terhadap keselamatan
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sempat menyebut proyek Whoosh mengabaikan aspek keselamatan. Ia mengatakan proyek ini berdiri di lahan labil dan rawan yang rentan longsor, apalagi mulanya ingin dibangun jembatan dan terowongan bawah tanah.
Basuki juga mempermasalahkan desain proyek. Menurutnya, aspek tersebut belum mengantongi sertifikasi dari Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan.
Akan tetapi, proyek ini tetap diupayakan berjalan dengan berbagai cara.
6. Sempat molor dan jadwal operasional mundur
Kereta Cepat Jakarta-Bandung dibangun sejak 2016 dan ditargetkan rampung pada 2019. Namun, rencana ini molor karena pandemi covid-19.
Pada 2020 lalu, pemerintah menghentikan seluruh pembangunan proyek. Jokowi Cs memilih fokus pada penanganan covid-19.
Pembangunan Whoosh baru dilanjut pada pertengahan 2021. KCJB pada akhirnya baru resmi beroperasi secara komersial pada 17 Oktober 2023.
7. Lama balik modal
Dirut KCIC Dwiyana Slamet Riyadi waktu itu sempat mengatakan butuh 38 tahun untuk mengembalikan modal pembangunan proyek Whoosh.
“Jadi sesuai perhitungan FS (feasibility study) itu di 38 tahun (untuk balik modal),” kata Dwiyana dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI pada November 2022 lalu.
Target balik modal itu lebih cepat dibandingkan dengan masa konsesi KCJB di tangan China yang ditetapkan selama 50 tahun.
Jika masa konsesi lebih lama dari balik modal, maka pemerintah masih perlu membagi keuntungan dengan China, meski sudah balik modal.
(skt/agt)